Sunday, February 24, 2019

Polemik Cadar, Dahnil: UIN Yogyakarta Telah Kehilangan Elan Vital Kesejatian Universitas


KLIKMU.CO- Polemik Pelarangan cadar oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta memantik respons dari berbagai kalangan. Salah satunya adalah Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjutak.

Anin, sapaan akrab Dahnil Anzar Simanjuntak, sangat menyayangkan adanya upaya pihak tertentu yang menghalang-halangi hak warga negara muslim mengenakan cadar.

“Terkait dengan polemik cadar, saya sangat sayangkan polemik furuiyah masih menjadi masalah di negeri mayoritas Islam yang memang pada dasarnya memang berbeda-beda. Toh, tidak ada larangan bercadar dalam Islam,” ungkapnya kepada KLIKMU.CO, Kamis (8/3).

Menurutnya, meski dalam paham Muhammadiyah yang ia anut tidak ada anjuran bagi seorang perempuan menggunakan cadar, namun juga bukan berarti menggunakan cadar adalah sesuatu yang terlarang, apalagi diharamkan.

“Muhammadiyah tidak bersepakat penggunaan cadar karena batas aurat perempuan adalah wajah dan telapak tangannya. Jadi, terang dalam fiqh yang dipahami Muhammadiyah, tidak ada kewajiban mengenakan cadar. Namun, tentu kita menghormati kelompok yang memiliki tafsir berbeda. Itulah kekayaan khazanah Islam,” tandas penulis buku ‘Nalar Politik Rente’ tersebut.

Bahkan, yang disesalkan oleh pendiri Madrasah Anti Korupsi (MAK) itu adalah adanya pelarangan penggunaan cadar bagi perempuan itu justru datang dari pihak kampus yang berlabel Islam dan mengkaji disiplin ilmu keislaman.

“Yang paling disayangkan adalah larangan tersebut datang dari Universitas Islam, di mana seharusnya pihak kampus memahami dengan baik terkait keberagaman tafsir dalam Islam,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Anin mengatakan bahwa perguruan tinggi Islam yang melalukan pelarangan tersebut telah kehilangan jati dirinya.

“Bagi Saya, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta kehilangan elan vital kesejatian universitas. Universitas adalah rumah dari universalitas nalar ilmiah, di mana setiap gagasan, ide, dan pemikiran saling bertarung satu dengan lainnya untuk menunjukkan keunggulannya,” tegasnya.

Dahnil juga juga menyebut bila ada kampus yang takut, bahkan bertindak “fasis” terkait dengan perbedaan tersebut, maka kampus itu telah kehilangan universalitas dan menegasikan keberagaman produk pemikiran. (Ferry)